Gesturkata.com | Opini – Generasi muda merupakan kekuatan sosial sekaligus aset demografis yang berperan besar menentukan arah pembangunan daerah. Di Halmahera Selatan, posisi pemuda menjadi semakin penting mengingat komposisi penduduk menunjukkan sekitar 24 persen warga berada dalam rentang usia 15–24 tahun (BPS, 2024).
Artinya, seperempat masa depan Halsel berada pada kelompok usia ini. Namun, potensi yang besar tersebut beriringan dengan tantangan sosial, moral, dan lingkungan yang tidak sederhana.
Salah satu masalah paling mendesak adalah meningkatnya kekerasan terhadap anak dan remaja, termasuk tindak kekerasan seksual. Kasus pemerkosaan yang menimpa siswi SMP di Halmahera Selatan dan sempat menarik perhatian publik nasional (Kompas, 2025) menjadi cerminan lemahnya sistem perlindungan anak di tingkat daerah.
Kekerasan seksual bukan hanya merupakan pelanggaran terhadap korban, tetapi juga sinyal kegagalan struktural ketika keluarga, sekolah, dan institusi publik belum sepenuhnya mampu menjalankan fungsi proteksi mereka.
Dalam kajian sosiologi perlindungan anak, situasi seperti ini biasanya terpicu oleh budaya bungkam, kurangnya edukasi seksualitas, serta ketiadaan fasilitas pendampingan psikologis yang memadai oleh jenjang pendidikan sekolah.
Selain itu, generasi muda Halsel menghadapi tantangan kultural berupa merosotnya karakter dan jati diri lokal. Temuan penelitian di SMA Negeri 7 Halmahera Selatan (E-Journal Unkhair, 2023) menunjukkan bahwa banyak siswa lebih dekat dengan budaya populer global dibandingkan nilai-nilai lokal seperti gotong royong, sopan santun, dan rasa malu berbuat salah.
Perkembangan global memang membuka akses terhadap berbagai pengetahuan dan gaya hidup, tetapi tanpa fondasi nilai, arus tersebut bisa mengikis identitas budaya daerah.
Karena itu, pendidikan karakter berbasis kearifan lokal perlu terkemas sebagai elemen penting dalam sistem pendidikan. Nilai adat, tradisi seni, dan etos kerja masyarakat pesisir harus berbasis integrasi melalui kurikulum muatan lokal maupun aktivitas komunitas desa.
Pemerintah daerah bersama legislatif memiliki tanggung jawab memastikan bahwa pendidikan tidak hanya berorientasi pada kompetensi kognitif, tetapi juga pembentukan karakter yang berakar pada budaya wilayah.
Dimensi lingkungan juga menjadi faktor krusial dalam pembentukan daya tahan sosial pemuda, sebagai daerah kepulauan, Halsel merasakan langsung dampak perubahan iklim, seperti abrasi pantai dan naiknya muka air laut.
Pada sejumlah wilayah pesisir seperti Pulau Makian dan Bacan Timur, jarak antara sekolah dan garis pantai semakin dekat, sementara abrasi secara bertahap menggerus permukiman penduduk (Kompas.id, 2024).
Kondisi tersebut membuktikan bahwa perubahan iklim bukan ancaman masa depan, melainkan kondisi yang sudah berlangsung. Karena itu, peran pemuda perlu diarahkan bukan hanya sebagai pihak terdampak, melainkan sebagai aktor perubahan. Melalui pendidikan lingkungan, kegiatan penanaman mangrove, dan pengembangan ekonomi hijau, generasi muda dapat berperan dalam upaya adaptasi dan mitigasi lingkungan yang berkelanjutan.
Ketiga persoalan kekerasan sosial, melemahnya karakter lokal, dan kerentanan ekologis terkoneksi dan membentuk struktur tantangan bagi perkembangan pemuda Halmahera Selatan. Oleh sebab itu, arah kebijakan publik harus bersifat holistik. Pemerintah daerah dan DPRD perlu merancang kebijakan lintas sektor yang memperkuat perlindungan anak, memperkuat pendidikan karakter berbasis budaya lokal, serta memperluas keterlibatan pemuda dalam program pembangunan lingkungan.
Pendekatan ini sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), khususnya tujuan ke-4 tentang pendidikan berkualitas, tujuan ke-5 mengenai perlindungan perempuan dan anak, dan tujuan ke-13 terkait penanganan perubahan iklim.
Upaya membangun ketahanan sosial generasi muda berarti menciptakan ekosistem sosial yang aman, memberdayakan, dan mendukung pertumbuhan mereka. Tanggung jawab ini tidak hanya berada pada pemerintah, tetapi juga masyarakat dan lembaga-lembaga sosial. Suatu daerah bisa maju bukan hanya dari pembangunan fisiknya, tetapi dari kemampuan menjaga kualitas sumber daya manusianya.
Generasi muda Halmahera Selatan tidak boleh berkembang dalam ketidakpastian lingkungan dan sosial. Mereka merupakan aset utama daerah yang harus terpelihara. Melalui pendidikan berkarakter, pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, dan sistem perlindungan yang kuat, Halsel dapat menata masa depan yang tidak hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berlandaskan moralitas dan kemanusiaan yang kokoh.
Opini Oleh: Abdul Rojak Hi. Arifin
Pemuda Desa Saketa, Halmahera Selatan