Gestur Kata – Tanjab Barat | Dari mandor menjadi buruh, Pria berusia 63 tahun itu kini hidup bermodal pasrah. Pak Saleh namanya, hidup di Kelurahan Sriwijaya, Kecamatan Tungkal Ilir, Tanjung Jabung Barat.
Raut dan keriput pada wajahnya jelas melukis jejak waktu yang telah dilaluinya serta kesulitan hidup yang dihadapinya.
Sebagai seorang kepala keluarga yang kini terpaksa berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup, Pak Saleh tak bisa menghindar dari realitas ekonomi yang semakin hari semakin sulit.
Dan kini, sudah hampir sebulan ia tidak mendapatkan pekerjaan sebagai buruh harian, sebuah pekerjaan yang menjadi sandaran hidupnya sejak tahun 90-an.
Pak Saleh tidak hidup sendiri, Ia tinggal bersama tiga orang anaknya. Meskipun Ia ditemani para buah hati, tetapi Ia sadar tak dapat berharap banyak.
Pada “punggung” Pak Saleh yang kokoh itu, ada kondisi anak-anak yang turut dipikulnya. Anak pertama laki-lakinya mengalami gangguan jiwa hampir dua dekade, anak kedua juga laki-laki, yang saat ini tidak memiliki pekerjaan tetap. Sementara itu, anak perempuannya terpaksa putus sekolah karena masalah biaya.
Semua Ia pikul dalam perjalanan yang semakin renta. Meskipun berat, Ia tak pernah meronta, Ia tetap melangkah mencari nafkah.
Rupanya, pekerjaan di masa lalu Pak Saleh pernah cukup gemilang. Ia pernah memimpin pengerjaan proyek jalan di Kuala Tungkal dengan keterampilan dan pengalaman yang baik. Namun, semua kegemilangan itu kini tinggal cerita. Ia harus bersaing dengan kepala tukang yang lebih kompeten dan banyak relasi. Hingga kini, Ia “tak digunakan” lagi.
Sekarang, hampir setiap harinya, Pak Saleh berkeliling mencari pekerjaan, berharap ada yang membutuhkan jasanya, meskipun Ia sadar “jauh panggang dari api”.
Meski kadang seharian berjuang tanpa ada yang dibawa pulang, Ia tetap tenang kembali ke Istana sederhananya. Selain anak-anak, Ia juga selalu dinanti kembali oleh Istri dan Ibunda tercinta.
Walaupun hidup dalam keterbatasan, Pak Saleh tetap berusaha untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Namun, dengan keterbatasan ekonomi, impian untuk melihat anak perempuannya menyelesaikan sekolah harus terhenti.
Ironisnya, di tengah perjuangannya itu, Pak Saleh merasa kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Meskipun demikian, harapannya tetap ada. Ia percaya akan ada tangan-tangan yang sampai kepada mereka yang membutuhkan.
Dengan penuh keikhlasan, perjuangan orang tua renta itu terus berjalan meski masa depan tampak suram. Sikapnya membuktikan bahwa semangat dan cinta kepada keluarga adalah sumber kekuatan yang tak terhingga.