
OPINI | Di tengah derasnya perkembangan zaman, Indonesia seakan kehilangan pegangan moralnya. Generasi sekarang, yang tumbuh d! bawah bayang-bayang kemajuan teknologi, mulai melahirkan generasi yang miskin akan nilai-nilai moralitas.
Apa yang dulu d!ajarkan oleh para pendahulu kita tentang tata krama, sopan santun, dan adab. Sekarang seolah hanya tinggal kenangan. Pudar d! makan oleh waktu, dan seiring dengan kemajuan zaman, nilai-nilai luhur tersebut mulai terkikis.
Pada masa lalu, setiap orang d!hargai berdasarkan adab dan tata krama mereka. Setiap suku d! Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang menjadi jati diri, seperti orang Jawa yang d!kenal dengan keanggunan tata krama, orang Bugis dengan karakter malunya, serta orang Padang dengan jiwa bisnis dan keramahannya.
Namun kini, nilai-nilai ini seakan mulai hilang dari kehidupan sehari-hari. Mengapa bisa demikian? Salah satu penyebab utama adalah perkembangan teknologi yang begitu pesat.
Teknologi, khususnya internet dan media sosial, telah mengubah cara berinteraksi anak muda. Kini, interaksi sering kali terjadi dalam dunia maya, d!mana etika dan sopan santun seakan tidak memiliki ruang.
Tanpa kontrol, informasi yang beredar bisa begitu cepat dan bebas tanpa memperhatikan dampaknya terhadap moral masyarakat. Banyak anak muda yang lebih tertarik dengan tren sesaat daripada memahami atau melestarikan budaya dan nilai-nilai yang sudah ada sejak lama.
Dalam dunia virtual, nilai-nilai seperti hormat, rendah hati, dan kejujuran sering kali tergeser oleh popularitas dan gengsi.
Selain itu, kebiasaan perilaku konsumtif yang berkembang di masyarakat juga berperan dalam meminggirkan tata krama. Perubahan pola hidup juga gaya hidup modern menjadikan banyak orang lebih fokus pada pencapaian materi daripada pengembangan karakter diri.
Bahkan, tak jarang kita temui perilaku kasar, tidak menghargai orang lain, dan lebih mementingkan diri sendiri. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang d!ajarkan oleh nenek moyang kita.
Krisis moral yang terjadi d! kalangan anak muda Indonesia bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele. Ini adalah refleksi dari betapa rapuhnya nilai-nilai yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat kita.
Sementara itu, budaya yang dulu begitu kaya dan beragam kini mulai dilupakan. Setiap suku bangsa Indonesia memiliki karakter yang unik, namun jika krisis moral ini terus dibiarkan, kita khawatir budaya tersebut akan lenyap tanpa bekas.
Lalu, siapa yang bertanggung jawab atas masalah ini? Tidak hanya teknologi yang harus disalahkan, tetapi kita semua memiliki peran besar dalam mengatasi persoalan ini. Pendidikan moral yang baik harus d!mulai dari keluarga.
Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk karakter anak-anak mereka. Selain itu, institusi pendidikan harus lebih aktif dalam mengajarkan nilai moral dan etika hidup, bukan hanya mengutamakan pengetahuan akademis semata.
Pemerintah juga perlu hadir dengan kebijakan yang mendukung pelestarian budaya dan nilai moral yang ada d! masyarakat.
Kita harus ingat bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan suku.
Setiap suku memiliki karakter dan kebudayaan yang khas, yang membentuk identitas bangsa. Tetapi, tanpa dasar moral yang kuat, kita mungkin akan kehilangan identitas itu. Oleh karena itu, kita perlu bekerja bersama untuk mengembalikan tata krama, sopan santun, dan rasa saling menghargai—nilai-nilai yang menjadi perekat kekuatan bangsa ini.
Kita semua bertanggung jawab untuk menjaga agar generasi mendatang tidak kehilangan arah dalam menjalani kehidupan. Jika tidak, kita bisa saja menjadi bangsa yang kaya akan harta, tetapi miskin akan moralitas dan identitas. (RD).
Penulis: M. Ridho Kurniawan (Ketua Cabang PMII Tanjab Barat)