Sakralisasi Keuangan: Konsep Pembagian Risiko dalam Keuangan Islam

Penulis : Sukma Dewi Herlina (Mahasiswi Magister Ilmu Ekonomi Universitas Jambi)

Gesturkata.com | Di tengah semakin berkembangnya sistem keuangan syariah, muncul satu konsep penting yang menjadi dasar dari seluruh praktik keuangan Islam, yaitu pembagian risiko secara adil. Konsep ini berangkat dari prinsip bahwa keuangan bukan sekadar urusan untung-rugi, tapi juga menyangkut nilai keadilan, etika, dan tanggung jawab moral.

Dalam sistem keuangan konvensional, risiko sering kali hanya ditanggung oleh satu pihak, biasanya peminjam. Tapi dalam keuangan Islam, risiko dan keuntungan dibagi bersama sesuai kontribusi masing-masing pihak. Inilah yang disebut sebagai sakralisasi keuangan—proses menjadikan transaksi keuangan selaras dengan ajaran agama dan nilai-nilai etis.

Contohnya, dalam akad mudharabah, pemilik modal memberikan dana, sementara pihak lain mengelola usaha.

Jika usaha untung, keduanya berbagi hasil. Tapi jika rugi, pemilik modal menanggung kerugian, selama pengelola tidak lalai. Ada juga akad musyarakah, di mana semua pihak berinvestasi dan menanggung untung-rugi bersama.

Also Read:

Arah Pembangunan Lahir Dari Keputusan Politik & Kepentingan: RTRW Sekedar Dokumen Formalitas

Prinsip-prinsip ini menjadikan keuangan Islam tidak hanya mencari profit, tapi juga menciptakan sistem ekonomi yang berkeadilan, transparan, dan tidak merugikan pihak lemah. Sakralisasi keuangan bukan berarti ribet atau eksklusif, tapi justru mengajak kita untuk lebih bertanggung jawab dan saling menguntungkan dalam bertransaksi.

Di era krisis kepercayaan terhadap sistem keuangan global, konsep seperti ini semakin relevan. Mungkin sudah saatnya kita melihat keuangan tidak hanya dari sisi materi, tapi juga nilai-nilai yang menyertainya.

Sakralisasi ini bukan hanya formalitas hukum agama, tapi juga menciptakan kerangka moral untuk bertransaksi secara bertanggung jawab dan saling menguntungkan. (Suk).