Platform media sosial baru – baru ini dihebohkan dengan viral nya gambar irisan buah semangka disertai biji hitamnya.
Hal demikian ternyata simbol tersebut dijadikan sebagai bentuk dukungan masyarakat dunia untuk perjuangan rakyat Palestina untuk merebut kembali tanahnya dari penjajahan Israel.
Lalu, pertanyaannya mengapa harus buah semangka? Berikut ini, alasannya:
1. Buah Semangka populer di Palestina.
Selain buah semangka tumbuh subur di Palestina, semangka juga buah yang populer d! Palestina, dari kawasan Jenin hingga Gaza. Buah ini tumbuh subur di tanah yang diberkahi dan dimuliakan dalam Al-Qur’an itu. Ditambah lagi semangka juga menjadi kesukaan Nabi Muhammad SAW.
2. Semangka pengganti bendera Palestina.
Dikarenakan Israel melarang bendera Palestina berkibar, buah Semangka menjadi ikon budaya, identitas, dan simbol perlawanan Palestina. Hal itu juga yang membuat masyarakat di dunia memviralkan buah semangka di media sosial.
Secara tidak sengaja, para aktivis melihat irisan semangka memiliki warna dan corak yang mirip dengan bendera Palestina, yakni merah, putih, hijau dan hitam.
Mereka pun mulai membawa semangka ke dalam aksi-aksi perlawanannya. Israel baru mencabut larangan penggunaan bendera Palestina pada tahun 1993, sebagai bagian dari Perjanjian Oslo, yang mencakup pengakuan timbal balik antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Ini merupakan perjanjian formal pertama yang mencoba menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Bendera tersebut dianggap mewakili Otoritas Palestina, yang akan mengelola Gaza dan Tepi Barat.
3. Semangka jadi inspirasi seni perlawanan Palestina.
Hingga saat ini, semangka sering muncul dalam karya seni, grafiti dan poster untuk menggambarkan perlawanan rakyat Palestina kepada Israel, si bangsa penjajah.
Di era media sosial, buah semangka menjadi visualisasi emoji para warga net untuk menunjukkan dukungannya terhadap Palestina. Pada tahun 2007, tepat setelah Intifada Kedua, seniman Khaled Hourani menciptakan Kisah Semangka untuk sebuah buku berjudul Atlas Subjektif Palestina.
Sumber: Mediaindonesia.com