gesturkata.com – Penarik Becak | Di emperan sebuah toko di Kuala Tungkal, seorang bujang berusia 40 tahun sedang duduk termenung. Sesekali wajahnya bertanya-tanya tentang ketidakpastian hidup.
Mu’iz, orang menyebutnya, telah menghabiskan 11 tahun terakhir sebagai penarik becak. Ia menjalani rutinitas dari pagi hingga sore hari.
Setiap hari, ia berjuang untuk mendapatkan pelanggan di tengah persaingan yang semakin ketat. Terlebih dengan makin pesatnya jumlah kendaraan bermotor, membuat Mu’iz dan rekan se-profesi makin tersudut.
Sejak tahun 2005, Mu’iz mengabdikan diri pada profesi tradisional itu, menarik becak untuk mengantar barang dan penumpang di sekitar kota Kuala Tungkal.
Dalam beberapa tahun terakhir, Ia merasakan penurunan pelanggan yang signifikan, sehingga pendapatan berkurang dan semakin memperburuk keadaan.
Dalam sehari, Mu’iz biasanya hanya bisa mendapatkan penghasilan antara 20.000 hingga 50.000 rupiah, tergantung pada jarak dan jenis barang yang diangkut. Namun, tak jarang, Ia pulang dengan tangan hampa, tanpa satu sen pun di kantongnya.
Jika dirata-ratakan, dirinya hanya bisa mendapatkan sekitar 30.000 rupiah. Tapi dalam beberapa hari ini, Ia tidak mendapatkan pelanggan sama sekali. Kata Mu’iz “Keberadaan kendaraan roda dua dan roda empat yang lebih cepat dan praktis membuat banyak orang berpaling dari jasa becak”.
Meski kondisi yang Mu’iz hadapi terasa sulit, tapi Ia tetap berusaha untuk optimis dan melawan tekanan hidup. Ia juga terus berharap ada perhatian dari pemerintah setempat agar mau memajukan kesejahteraan para penarik becak seperti dirinya.
Mu’iz berfikir, meski becak dianggap kurang relevan dengan tuntutan zaman yang ingin serba cepat. Akan tetapi profesi penarik becak bagi Mu’iz telah menjadi bagian dari budaya yang ada di Tanjab Barat dan memiliki sejarah transportasi tradisional yang unik di daerah ini, sehingga harus dipertahankan.