Dosen Perajuk ini Susah Dipujuk

Dosen merupakan figur yang sangat penting dalam memberikan petunjuk bagi mahasiswa dalam proses pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Tridarma Perguruan Tinggi). Namun, tidak semua dosen berperan “se-keren” itu. Ada juga dosen yang justru baperan dan membingungkan serta keluar dari proses Tridarma Perguruan Tinggi. Salah satu dosen yang Tim Gestur Kata maksud adalah “dosen perajuk”. Ini kisah nyata, yang akan kami sajikan dengan sopan dan santun yang sungguh-sungguh. Gaskeun!

Sekali Merajuk, Hilang Tanpa Pucuk

Dosen yang sangat doyan merajuk ini sangat ditakuti oleh mahasiswa/i di kelasnya. Betapa tidak, sekali ia merajuk ruang kelas akan berubah menjadi dunia misteri yang sulit dipecahkan. Jika si dosen merajuk, ia bisa hilang tiba-tiba tanpa jejak sampai berminggu-minggu lamanya. Saat itu terjadi, satu kelas akan panik, takut, cemas, deg degan, bingung, semua menjadi serba tidak pasti.

Mahasiswa/i kemudian akan saling bertanya, bagaimana masa depan (nilai) kita?. Tak ada yang mampu memjawab pertanyaan psikologis yang sangat membebani itu, kecuali sang dosen perajuk sendiri. Melihat tekanan batin teman-teman satu kelas itu, ketua kelas berusaha mencari solusi dan mempelajari sebab musabab rajuknya si dosen.

Meski sudah berupaya sekuat akal dan fikirannya, si Ketua Kelas tetap tidak dapat solusi dan tidak mengetahui sebab rajuk si dosen. Situasi menjadi semakin panik, setelah satu kelas sadar bahwa hampir semua nomor mahasiswa/i di BLOKIR si dosen. Kondisi ini memicu depresi massal, bahkan ada yang pasrah, “hancur, hancurlah nilai aku. Ngulang, ngulanglah situ“. Tapi Ketua Kelas tidak mau mengalah begitu saja, ia berusaha memecahkan teka-teki “tak ada angin, tak ada hujan, tak ada sejuk, tak ada peluk, tapi ada rajuk, hilang tak nampak pucuk“.

Do’a Yang Khusuk, Hilangkan Rajuk

Setelah berlarut-larut tersiksa secara psikologis akibat rajuk si dosen, satu kelas akhirnya bisa lebih lega. Harapan yang terus dipanjatkan menunjukkan kekuatannya. Walau tanpa komunikasi langsung, si dosen yang tak lagi merajuk tiba-tiba muncul di depan kelas. Fenomena yang canggih itu pun disambut dengan suka cita oleh mahasiswa/i satu kelas.

Berminggu-minggu tanpa kabar dan tanpa temu, kemunculan si dosen yang habis merajuk langsung memberikan tugas. Hal itupun langsung dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh mahasiswa/i satu kelas. Tugas si dosen langsung di iyakan demi masa depan (nilai) yang cemerlang.

Rupanya pertemuan dengan si dosen tak berlangsung lama, rajuknya kembali kambuh. Dan rajuk si dosen kali ini sedikit agak lain, sehingga direspon lebih serius oleh mahasiswa/i satu kelas.

Rajuk Akan Pergi, Bila Keinginan Pribadi Dituruti?

Karena merajuk sudah seperti Fashion-nya si dosen, maka mahasiswa/i satu kelas mulai mengulas sejarah guna mengecek sebab musababnya. Ketua Kelas memimpin proses pengumpulan data-data sejarah (di kelas) lalu dianalisa guna mendapat jawabannya. Sekian lama berfikir dan berdiskusi, akhirnya terangkum beberapa jawaban atas pertanyaan “ngapelah merajuk terus bapak tu?“.

Diantara banyaknya sebab rajuk si dosen, satu yang paling mencolok yaitu cara mahasiswi merespon si dosen. Dahulu, si dosen sering berkomunikasi dengan mahasiswi di kelas. Sering kali hal yang dikomunikasikan si dosen di luar dari urusan akademik, sehingga tidak direspon oleh mahasiswi.

Sebelum (suka merajuk) seperti sekarang, dulu si dosen suka bertanya kepada mahasiswi seperti “Sudah makan?”, “Lagi ngapain?”, “Lagi dimana?” dan pertanyaan lebih pribadi lainnya. Akan tetapi, respon mahasiswi tidak sesuai harapan sehingga membuat si dosen “gak mood”. Ditambah lagi pacar dari salah seorang mahasiswi yang “ditanya-tanya” sempat marah kepada si dosen, karena menurut laki-laki itu, si dosen terlalu jauh mengurus urusan pribadi mahasiswinya dan tidak ada kaitannya dengan persoalan akademik. Dan karena peristiwa yang memerahkan muka si dosen itu, ia tidak berani lagi “nyagil” mahasiswinya.

Proses mendeteksi dan mengkaji sebab merajuknya si dosen itu hingga kini terus dilakukan. Bahkan ada seorang mahasiswa yang menduga (dari hasil risetnya), bahwa pertanyaan si dosen kepada mahasiswi itu bukan sekadar pertanyaan biasa, melainkan “trik” untuk mendekati mahasiswi yang menarik di mata si dosen.

Apakah sikap dosen itu bentuk perhatian dari dosen terhadap mahasiswa atau mahasiswinya? Atau memang hanya trik untuk mendapatkan kepentingan pribadi? Ingat ya ini masih proses analisa saja, jangan menuduh. hihihi.

Rajuk Berhenti, Tapi “Maksa” Mahasiswa/i Ikut Agenda Pribadi

Selain “perhatian yang berlebihan” si dosen terhadap mahasiswi, ada sikap lain yang membuat mahasiswa/i merasa risih. Si dosen sering pamer aktivitasnya di luar kampus. Padahal tidak pernah diapresiasi karena tidak penting dan tidak ada kaitannya dengan mata kuliah dan proses belajar mengajar. Akan tetapi, demi masa depan (nilai) mahasiswa/i pura-pura respect, padahal dalam hati tidak perduli dan sering bertanya, “ini kah yang harus aku pelajari?“.

Tak hanya pamer, mahasiswa/i pun di “paksa” untuk terlibat dalam agenda si dosen di luar kurikulum kampus. Hal itu dilakukan sering kali dengan alasan yang tidak masuk akal. Mahasiswa/i mau tidak mau suka tidak suka harus ikut perintah si dosen. Karena kata si dosen ada hubungannya dengan “perbaikan nilai” atau bahkan bentuk “permintaan maaf”. Keadaan ini tentu saja menyulitkan mahasiswa/i, apalagi jika mereka hanya ingin fokus belajar dan lulus dengan nilai yang baik tanpa harus terlibat dalam urusan “di luar kampus”. Apalagi cuman sekedar keinginan pribadi si dosen.

Kadang-kadang, untuk menghaluskan agenda pribadinya, si dosen sering menghubung-hubungkan seolah-olah agenda yang ia buat demi kepentingan dan kenyamanan belajar mahasiswa/i-nya. Padahal satu kelas sadar, sangat tidak penting dan tidak ada hubungannya apa yang dosen itu agendakan dengan peningkatan kualitas mahasiswa/i.

Dosen Perajuk Tetap Eksis Tanpa Ada Yang Berani Kritis

Ironisnya, meskipun tingkah laku si dosen sering kali menjadi bahan perbincangan di kalangan mahasiswa/i, pihak kampus seolah tutup mata terhadap masalah ini. Padahal, ada seorang dosen perempuan yang sudah sangat mengetahui persoalan ini, tapi tidak pernah mendorong agar dibahas pada tingkat “pimpinan”. Meski banyak yang tutup mata, Tim Media Gestur Kata tetap terus mendalami persoalan “dosen perajuk” ini. Semakin di dalami, rupanya semakin banyak cerita serupa dari mahasiswa/i lainnya yang ditemukan oleh Gestur Kata.

Seorang dosen mestinya menjadi petunjuk arah bagi mahasiswa/i terkhusus dalam pengembangan kualitas pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Namun, dosen perajuk ini justru bersikap tidak sesuai dengan praktek yang diinginkan oleh Tridarma Perguruan Tinggi.

Harapan kita bersama, semoga ke depan, pihak kampus bisa lebih memperhatikan kualitas pendidikan dan memilih sosok dosen yang benar-benar layak menjadi petunjuk bagi para mahasiswa, bukan seperti dosen perajuk itu!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga
Alamat:
Perumahan Rawasari Permai
Kelurahan Rawasari
Kecamatan Alam Barajo - Kota Jambi
No. 89 - RT 32 - Kode Pos: 36125